ANAK MENYUKAI TANGAN DARIPADA CAMBUK

Bagaimana membuat tuntutan sebagai tangan yang menuntun anak maju selangkah demi selangkah?

Ada empat faktor yang harus dipenuhi sebelum memberi tuntutan kepada anak. Ikuti kelanjutannya berikut ini…

BOLEHKAH MENUNTUT ANAK?
Ketiga, harus realistik dan sepadan dengan kemampuannya.
Untuk memacu prestasi, tuntutan yang diberikan seyogyanya sedikit di atas kemampuan anak. Tuntutan yang di bawah atau pas dengan kemampuan anak tidak akan memacunya, karena ia tidak perlu berusaha keras memajukan dirinya. Sebaliknya, tuntutan yang jauh melampaui kemampuan anak, akan mengecilkan semangatnya. Anak mesti melihat bahwa tuntutan yang diberikan kepadanya masih dalam batas kemampuannya. Jika tidak, ia justru tidak akan berkemauan untuk menggapainya.

Saya sering melihat ada dua kesalahan yang umum dilakukan oleh orangtua. Pertama, orangtua menuntut anak menjadi seperti dirinya dan kedua, orang tua menuntut anak menjadi pelengkap kekurangannya. Kesalahan pertama acapkali diperbuat oleh orangtua yang bisa bermain piano dan cenderung menuntut anak bermain piano pula. Masalahnya adalah, tidak selalu anak mewarisi bakat orangtua, dan tidak semua anak yang mempunyai minat yang sama dengan orangtuanya. Kalaupun anak menyukai piano, itupun tidak berarti bahwa ia akan dapat bermain sebaik orangtua. Adakalanya orangtua menuntut anak untuk menjadi semahir dirinya. Sekali lagi problemnya ialah, anak belum tentu memiliki tingkat kepandaian yang sama dengan orangtua.

Kesalahan kedua, acap terjadi pada orangtua yang merasa diri kurang atau ada cacatnya. Anak akhirnya menjadi penyambung kekurangannya, agar keinginannya yang belum tercapai bisa diwujudkan oleh anak. Misalnya jika orangtua berangan-angan menjadi atlet nasional, iapun akan memaksa anak menjadi atlet nasional. Masalahnya adalah, belum tentu anak mempunyai kemampuan untuk itu. Jadi yang penting ialah memahami kemampuan dan minatnya. Tuntutan yang efektif adalah tuntutan yang realistik; tuntutan yang tidak realistik justru akan menciptakan frustasi pada diri anak.

Keempat, harus memberi ruangan untuk gagal.
Pada dasarnya kita adalah orang yang sulit menoleransi kegagalan, karena kegagalan dengan mudah dapat membangkitkan perasaan-perasaan masa lalu kita yang pahit. Kegagalan cenderung mengingatkan kita akan kekurangan-kekurangan yang telah kita coba perbaiki dengan susah payah. Kegagalan anak seringkali mempengaruhi penghargaan diri dan konsep diri orangtua. Kegagalan anak seakan mencoreng konsep dan penghargaan diri yang sebelumnya dimiliki orangtua. Itulah sebabnya tidak mudah bagi orangtua menerima kegagalan anak. Kegagalan mengecewakan hati orangtua karena anak tidak dapat memenuhi tuntutan atau harapannya.

Tuntutan bukanlah dan tidak seharusnya menjadi standar ketidaksempurnaan, karena anak bukanlah anak yang sempurna. Jadi anakpun mesti diberi kemungkinan untuk gagal dalam upayanya memenuhi tuntutan orangtua. Kerelaan orangtua untuk menerima kegagalan anak akan membuatnya rileks, dan sikap rileks ini justru akan membuatnya lebih kreatif. Anak akan dapat mengupayakan prestasinya secara lebih tenang karena tidak dikejar-kejar oleh rasa takut gagal. Anak perlu menyadari bahwa kegagalan adalah bagian dan konsekuensi dari hidup, serta yang penting adalah bagaimana menerima dan mengoreksi diri, bukan menyangkali atau menyesali diri tanpa kesudahan. Anak harus mengetahui bahwa yang terpenting adalah usahanya, bukan hasil akhirnya, dan bahwa selama ia telah berusaha sebaik mungkin, kegagalan akan diterima dengan lapang dada oleh orangtuanya.

Kesimpulan
Tuntutan perlu diberikan setelah keempat hal ini kita jalankan. Tanpa kehadiran keempat faktor ini, tuntutan akan menjadi cambuk belaka; membuat anak maju selangkah, namun mengutuki setiap cambukan yang diterimanya. Sebaliknya, keberadaan keempat hal ini akan membuat tuntutan sebagai tangan yang menuntun anak maju selangkah demi selangkah. Saya kira anak akan jauh lebih menyukai tangan daripada cambuk.

-Paul Gunadi, TELAGA, Eunike

🙂 Pesan bagi Pembaca: Setiap pertanyaan atau tanggapan Anda, dihargai. Terima kasih dan salam hangat dari eva kristiaman 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: